JAKARTA – Seorang dokter umum yang juga memiliki minat di bidang nutrisi, bodybuilding, dan powerlifting baru-baru ini membagikan hasil uji laboratorium dari lima merek whey protein lokal teratas.
Hasilnya cukup mengejutkan, karena ditemukan adanya indikasi amino spiking dan kandungan protein yang tidak sesuai klaim.
Dalam video yang viral di TikTok dengan akun @brianyeremialie , dokter ini menegaskan bahwa ia tidak hanya melakukan uji proksimat (pengujian kandungan kalori, protein, dan lemak), tetapi juga meneliti lebih dalam terkait asam amino, spiking, dan alergen kedelai dari masing-masing produk.
Merek Whey dengan Kandungan Tak Sesuai Klaim
Berdasarkan uji proksimat, kadar protein dari kelima merek ini masih dalam batas toleransi. Namun, ada satu merek, yakni merek D, yang justru memiliki kadar protein lebih tinggi dari klaimnya. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar:
Baca Juga:
Gubernur Jakarta Pramono Anung Minta Tegur Pelindo Sekeras-kerasnya, Bikin Macet Tanjung Priok
Apakah merek ini benar-benar menggunakan protein berkualitas atau ada faktor lain? Dari hasil analisis lebih lanjut, ditemukan bahwa merek D mengandung kreatin, padahal dalam kemasannya tertulis 100% Whey Isolate.
Kreatin sendiri bukan bagian dari komposisi asam amino whey protein isolate. Hal ini mengindikasikan bahwa merek D berpotensi melakukan amino spiking, sebuah trik industri untuk meningkatkan kadar protein dengan menambahkan asam amino non-esensial agar hasil lab menunjukkan angka protein yang lebih tinggi dari seharusnya. Praktik ini sangat merugikan konsumen!
Lebih dari itu, praktik amino spiking termasuk pelanggaran aturan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) di Indonesia.
Produk yang mencantumkan klaim protein murni tetapi menambahkan zat lain untuk meningkatkan kadar protein dapat dianggap menyesatkan dan melanggar standar regulasi keamanan pangan.
Baca Juga:
7 Festival Budaya Bali yang Harus Masuk Bucket List Anda
7 Jawaban Presiden Prabowo Tentang Ekonomi Indonesia, Termasuk Soal Tarif Donald Trump
Kemendag dan Satgas Pangan Usut Kasus Dugaan Pengusaha Ubah Kemasan Beras Medium ke Premium
Whey dengan Alergen Tersembunyi
Yang lebih mengejutkan, dari kelima merek yang diuji, merek B terindikasi menggunakan protein berbasis kedelai, padahal tidak mencantumkan alergen kedelai dalam kemasannya.
Ini berbahaya, karena protein kedelai dapat memicu reaksi alergi serius bagi orang yang sensitif. Gejala alergi bisa bervariasi, mulai dari gatal-gatal, ruam, hingga kesulitan bernapas dan syok anafilaktik yang mengancam nyawa.
Peraturan pelabelan alergen seharusnya diikuti dengan ketat oleh semua produsen suplemen untuk memastikan keamanan konsumen. Kasus ini menjadi bukti bahwa tidak semua produk whey protein di pasaran benar-benar transparan tentang kandungannya.
Baca Juga:
Ingin Meluruskan Berita Media yang Negatif dan Tidak Berimbang? Ingin Menangkis Serangan Hoax?
Tak Tunjukan Empati, Koalisi Sipil Kecam Pernyataan Hasan Nasbi Soal Teror Kepala Babi ke Wartawan
Usai Penurunan IHSG Secara Drastis, Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Berusaha Tenangkan Pasar
Kesimpulan: Konsumen Harus Lebih Bijak
Karena uji laboratorium membutuhkan biaya yang mahal, dokter ini membagikan hasilnya agar masyarakat lebih bijak dalam memilih whey protein.
Konsumen sebaiknya lebih berhati-hati dalam membaca label kemasan dan tidak mudah tergiur dengan harga murah dan angka protein tinggi.
Sebagai langkah pencegahan, disarankan untuk membeli whey protein dari merek yang terpercaya dan sudah teruji kualitasnya, serta selalu memeriksa apakah produk mencantumkan informasi alergen secara jelas.
Dengan adanya temuan ini, semoga industri suplemen lokal lebih transparan dan bertanggung jawab dalam memproduksi whey protein bagi masyarakat.
Jangan lupa bagikan informasi ini ke teman-teman gym Anda agar lebih cermat dalam memilih suplemen!